Minggu, 13 Februari 2011

Curahan Teman

Beberapa hari yang lalu, seorang teman datang kepada saya untuk mencurahkan isi hatinya. Sebut saja namanya John (John? Oh my God.. Where in the world a woman was called 'John'?). Oh, salah. Berhubung teman saya ini perempuan, katakanlah "Fulanah".

Dia menyerahkan selembar catatan kepada saya yang isinya sebagai berikut:

"1. Bertahan hidup, hanya menuruti atau melakukan sesuatu karena diri sendiri. Dilupakan selalu menyakitkan tapi tidak pernah terkejut. Cuma berusaha mengubur kemarahan dan kesedihan dengan menjadi sesuatu yang hampa. Dengan kenyataan bahwa tidak pernah menjadi sesuatu yang penting. Tidak mati tapi tidak hidup. Cukup dengan menuruti orang lain maka bisa hidup. Karena begitu tak berdaya sendirian. Tidak pernah ada yang mengharapkan pecundang yang tidak bisa berbuat apa-apa. Tidak ingin merasakan, tapi selalu terlihat dan terdengar.. kesedihan dan ketidakmampuan dijadikan kemarahan yang dalam. Cuma sebuah alat. Digunakan tak pernah diingat, tidak digunakan pun lebih terlupakan dan terbuang. Hingga hari ini pun tidak bisa merasakan sesuatu yang disebut bahagia atau tenang. Hingga tak ada takut bagi orang lain. Bagi yang melihat tahu semua itu. Wajah yang menunjukkannya
2. Balas dendam, dengan membuat perasaan orang lain hancur suatu saat. Sakit di tubuh tidak sebanding dengan pikiran dan perasaan yang hancur. Selalu ada keinginan untuk melihat seseorang begitu menyesal. tidak pernah iri material, tidak ingin mengambil perasaan. Hanya ingin melihatnya hancur dan meninggalkannya Semuanya..
Karena keduanya, hidup dengan perasaan soliter yang dijalani"


Dengan wajah sedih, dia berbicara panjang lebar ke saya bahwa seperti itulah hidupnya. Saya sendiri juga disebutnya sebagai orang pertama yang dia ceritakan mengenai hal ini. Rupanya, saking tidak percayanya terhadap orang lain -termasuk keluarganya- tak ada yang mampu menjadi pundak yang dapat dia jadikan senderan ketika menangis. Hasilnya? Bertahun-tahun dia menumpuk semua perasaan itu, menggumpal menjadi sebuah kebencian.

Entah kenapa justru permasalahan yang cukup pelik ini, dia ceritakan ke saya. Saya bukan siapa-siapa, cuma teman yang... itupun baru setahun saya cukup mengenalnya. "Setiap orang dalam hidup gw selalu pergi, Gar. Semuanya selalu bikin gw tinggal sendirian. Kalau suatu saat lw akan pergi, gw sudah siap ketika hari itu tiba. Gw nggak bisa maksa lw biar nggak pergi, tapi kalau iya.. jangan sekalipun lw begitu." katanya.


***

Sebenarnya, setiap pertemuan pasti berakhir dengan perpisahan. Tinggal bagaimanapun kita membingkainya dengan kenangan atau kesedihan.

Entah mau menulis apa lagi, setidaknya saya lagi curhat tentang curhatan Fulanah ini. Tak perlulah berkomentar bila tak ingin, cukup kau do'akan agar dia diberikan ketenangan... Karena hidupnya sudah cukup menderita..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar