Dia menyerahkan selembar catatan kepada saya yang isinya sebagai berikut:
2. Balas dendam, dengan membuat perasaan orang lain hancur suatu saat. Sakit di tubuh tidak sebanding dengan pikiran dan perasaan yang hancur. Selalu ada keinginan untuk melihat seseorang begitu menyesal. tidak pernah iri material, tidak ingin mengambil perasaan. Hanya ingin melihatnya hancur dan meninggalkannya Semuanya..
Karena keduanya, hidup dengan perasaan soliter yang dijalani"
Dengan wajah sedih, dia berbicara panjang lebar ke saya bahwa seperti itulah hidupnya. Saya sendiri juga disebutnya sebagai orang pertama yang dia ceritakan mengenai hal ini. Rupanya, saking tidak percayanya terhadap orang lain -termasuk keluarganya- tak ada yang mampu menjadi pundak yang dapat dia jadikan senderan ketika menangis. Hasilnya? Bertahun-tahun dia menumpuk semua perasaan itu, menggumpal menjadi sebuah kebencian.
Entah kenapa justru permasalahan yang cukup pelik ini, dia ceritakan ke saya. Saya bukan siapa-siapa, cuma teman yang... itupun baru setahun saya cukup mengenalnya. "Setiap orang dalam hidup gw selalu pergi, Gar. Semuanya selalu bikin gw tinggal sendirian. Kalau suatu saat lw akan pergi, gw sudah siap ketika hari itu tiba. Gw nggak bisa maksa lw biar nggak pergi, tapi kalau iya.. jangan sekalipun lw begitu." katanya.
***
Sebenarnya, setiap pertemuan pasti berakhir dengan perpisahan. Tinggal bagaimanapun kita membingkainya dengan kenangan atau kesedihan.
Entah mau menulis apa lagi, setidaknya saya lagi curhat tentang curhatan Fulanah ini. Tak perlulah berkomentar bila tak ingin, cukup kau do'akan agar dia diberikan ketenangan... Karena hidupnya sudah cukup menderita..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar