Hari ini saya teringat akan pertanyaan seorang ikhwah kepada murabbi-nya, ketika ia berkata: “Akh, ana bingung dengan kemajuan dakwah di sekolah. Terus terang ana merasa dakwah ini stagnan. Bahkan bisa dibilang mundur perlahan. Ada apa ini?”
Hari ini saya mengenang peristiwa tersebut. Karena pada hari-hari selanjutnya, mungkin kita akan menemui pertanyaan yang sama. Kita selalu butuh sikap kritis dalam mengarungi perjalanan dakwah di sekolah ini. Dan pertanyaan itu kini berubah dari ‘ada apa’ menjadi ‘siapa’. Ya, siapa yang patut bertanggungjawab atas kemunduran tersebut.
Kita tak boleh menyalahkan dakwah. Ia berjalan sebagaimana mestinya. Penggeraknyalah yang seharusnya dapat menjelaskan situasi ini. Mungkin sistemnya yang kurang tepat, atau mungkin individunya yang gagal menjadi teladan bagi objek dakwah mereka. Bila sistemnya yang menjadi ‘beban’, maka perlu dilakukan perubahan sistematika agar ia dapat meresap ke dalam jiwa mad’u. Tetapi jika masalah terdapat pada individu, atau kita sebut aktivis dakwah, maka perlu kita muhasabah.
Aktivis, merupakan perantara untuk mad’u agar dapat menerima cahaya Ilahi ke dalam hati dan jiwa mereka. Bagaimana mungkin kita dapat mendakwahi kerabat kita, sementara diri sendiri bahkan belum didakwahi? Peranan aktivis menjadi penting, karena merekalah yang secara langsung berinteraksi dengan mad’u. Apapun kesalahan yang dilakukan oleh aktivis, sekecil apapun itu, pastilah akan menjadi besar di mata mereka. Hal ini merupakan resiko yang wajib diterima, karena secara alamiah manusia lebih mudah mencari keburukan orang lain disbanding melihat segala kebaikan yang ada. Oleh karena itu, setiap aktivis haruslah menjadi teladan dalam setiap aspek kehidupan, agar mereka yang masih awam dapat melihat contoh nyata serta menjadi tempat bertanya agar dapat memenuhi rasa keingintahuan mereka.
Maka ketika saya mulai melihat ada perbaikan kualitas dalam diri pemuda Muslim, perlahan saya pecaya bahwa generasi Muslim kini mulai belajar menjadi Muslim yang kaffah. Meninggalkan segala kekerdilannya menuju kebesaran, keabadian, dan kenyataan bahwa ia takkan mati selamanya.
Sekali lagi saya mengenang pertanyaan ikhwah tersebut, dimana kita masih butuh banyak pengalaman, pembelajaran, serta tekad yang kuat membantu perjuangan menuju kebangkitan Islam kelak. Allahu a’lam.
Depok, 25 Desember 2010
Hegar Reza Bisma
Mohon maaf atas segala kekurangan. Catatan ini terinspirasi oleh buah tangan Ust. Anis Matta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar